RESESI
Dalam ekonomi
makro, resesi atau kemerosotan adalah
kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketikapertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun. Resesi
dapat mengakibatkan penurunan secara simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti
lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan. Resesi sering diasosiasikan
dengan turunnya harga-harga (deflasi), atau, kebalikannya, meningkatnya
harga-harga secara tajam (inflasi) dalam proses yang dikenal sebagai stagflasi. Resesi ekonomi yang berlangsung lama disebut depresi ekonomi. Penurunan drastis tingkat ekonomi
(biasanya akibat depresi parah, atau akibat hiperinflasi) disebut kebangkrutan ekonomi (economy collapse). Kolumnis Sidney J.
Harris membedakan istilah-istilah atas dengan cara ini: "sebuah resesi adalah
ketika tetanggamu kehilangan pekerjaan; depresi adalah ketika kamu yang
kehilangan pekerjaan."
DEVALUASI
Devaluasi adalah menurunnya nilai mata
uang dalam negeri terhadap
mata uang luar negeri.
Jika hal tersebut terjadi, biasanya pemerintah melakukan intervensi agar nilai
mata uang dalam negeri tetap stabil. Istilah devaluasi lebih sering dikaitkan
dengan menurunnya nilai uang satu negara terhadap nilai mata uang asing.
Devaluasi juga merujuk kepada kebijakan pemerintah.
REVALUASI
Revaluasi adalah meningkatnya nilai mata
uang dalam negeri terhadap
mata uang luar negeri.
Jika hal tersebut terjadi, maka pemerintah melakukan intervensi agar nilai mata
uang dalam negeri tetap stabil. Istilah revaluasi lebih sering dikaitkan dengan
meningkatnya nilai uang suatu negara terhadap nilai mata uang asing. Revaluasi
juga merujuk kepada kebijakan pemerintah.
KEBIJAKAN MONETER
Kebijakan moneter adalah
proses mengatur persediaan uang sebuah
negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau
bahkan bertindak sebagai peminjam usaha
terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan
pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan
yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal
(keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat
diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran
internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian
terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi).
Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan,
yang kemudian ditransfer pada sektor riil. [1]
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap
mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral
atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang
dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan
kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter
dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen
sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan
sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami
kesulitan likuiditas.
EMBARGO
Dalam perniagaan dan politik internasional, embargo adalah
pelarangan perniagaan dan perdagangan dengan sebuah negara.
Embargo umumnya
dideklarasikan oleh sekelompok negara terhadap negara lain untuk
mengisolasikannya dan menyebabkan pemerintah negara tersebut dalam keadaan
internal yang sulit. Keadaan yang sulit ini dapat terjadi akibat pengaruh dari
embargo yang menyebabkan ekonomi negara yang dilawan
tersebut menderita karenanya.
Embargo biasanya digunakan sebagai hukuman politik bagi pelanggaran terhadap
sebuah kebijakan atau kesepakatan. Salah satu contoh embargo adalah yang pernah
diterapkan Amerika Serikat terhadap Indonesia dari
tahun 1999 hingga 2005 dalam
hal pengadaan senjata militer akibat pelanggaran HAM yang
dilakukan ABRI di Timor Timur.
pertumbuhan
ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang
diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional [1].
Suatu negara dikatakan mengalami
pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil
di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan
pembangunan ekonomi.
Pertumbuhan
penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan
dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan
penduduk merujuk pada semua spesies, tapi selalu mengarah
pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk
sebutan demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan
digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk dunia.
Nilai
pertumbuhan penduduk
Dalam
demografi dan ekologi, nilai pertumbuhan penduduk (NPP) adalah nilai kecil dimana jumlah individu dalam sebuah
populasi meningkat. NPP hanya merujuk pada perubahan populasi pada periode
waktu unit, sering diartikan sebagai persentase jumlah individu dalam populasi ketika
dimulainya periode. Ini dapat dituliskan dalam rumus:

Cara yang paling umum untuk menghitung
pertumbuhan penduduk adalah rasio, bukan nilai. Perubahan populasi
pada periode waktu unit dihitung sebagai persentase populasi ketika dimulainya
periode. Yang merupakan:

Ketika
pertumbuhan penduduk dapat melewati kapasitas muat suatu wilayah atau lingkungan hasilnya berakhir dengan kelebihan penduduk.
Gangguan dalam populasi manusia dapat menyebabkan masalah seperti polusi dan kemacetan lalu lintas,
meskipun dapat ditutupi perubahan tekhnologi dan
ekonomi. Wilayah tersebut dapat dianggap "kurang penduduk" bila
populasi tidak cukup besar untuk mengelola sebuah sistem ekonomi
Membahas mengenai
pertumbuhan penduduk kita tentu akan membahas tentang tenaga kerja. Tenaga kerja
ialah penduduk yang berada dalam usia kerja.
Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
tenaga kerja (15th-65th)dan bukan tenaga kerja (dibawah 15th dan di atas 65th).
Terdapat beban ketergantungan antara usia produktif (tenaga kerja) dan non
produktif (bukan tenaga kerja). Yaitu kehidupan mereka akan di tanggung oleh
penduduk usia produktif (tenaga kerja)

Jika
tertilis angka beban ketergantungan suatu wilayah adalah 87, artinya setiap 100
penduduk usia produktif menanggung sekitar 87 penduduk usia non produktif.
Dari
segi ekonomi, pertumbuhan penduduk yang tinggi tetapi tidak diimbangi dengan
lapangan pekerjaan yang luas maka hal ini akan menimbulkan pengangguran di
mana-mana dan kemiskinan pun tercipta. Ini tentu saja akan mempengaruhi proses
kehidupan di bidang lainnya. Kebutuhan ekonomi yang tidak memadai juga dapat
berpengaruh pada tingkat pendidikan dan kesehatan seseorang. Bagaimana mau
memperoleh pendidikan dan kesehatan yang layak, jika untuk kebutuhan hidup
sehari-haripun mereka susah mendapatkannya. Tak hanya berhenti di situ saja,
tingkat kriminalitas pun akan meningkat. Orang dalam kondisi lapar akan berbuat
apa saja yang penting kebutuhannya bisa terpenuhi. Ujung dari pertumbuhan
penduduk yang tinggi itu adalah menimbulkan kerusakan lingkungan dengan segala
dampak yang menyertainya seperti menurunnya kualitas pemukiman dan lahan yang
ditelantarkan. Intinya, pertumbuhan penduduk yang tinggi berpotensi menimbulkan
kemiskinan dan menurunnya kesejahteraan rakyat, sampai menurunnya kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat menghambat perkembangan negara
Indonesia.
Kemiskinan
absolute dan kemiskinan relatif
Kemiskinan
bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif.
Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak
terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran
absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup
menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk
laki laki dewasa).
Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dg pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari,
dg batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengonsumsi
kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari
$2/hari."[1] Proporsi penduduk negara berkembang
yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21%
pada 2001.[1]Melihat
pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah garis
kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi , nilai dari $1 juga
mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut.
Meskipun
kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang
kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini
menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan
daerah pinggiran kota dan ghetto yang
miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin,
atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk
menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara
berkembang.
==
Diskusi tentang kemiskinan ==ad
·
Dalasebuah
lingkungan belajar. Terutama murid yang lebih kecil yang berasal dari keluarga
miskin, kebutuhan dasar mereka seperti yang dijelaskan oleh Abraham
Maslow dalam hirarki kebutuhan Maslow;
kebutuhan i beralih ke kemiskinan pada umumnya) yaitu efek Matthew.
Perdebatan
yang berhubungan dalam keadaan capital manusia dan capital individual seseorang cenderung untuk memfokuskan
kepada akses capital instructional dan capital social yang tersedia hanya bagi mereka yang
terdidik dalam sistem formal.
Kemiskinan relatif merupakan kondisi masyarakat karena
kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat
sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Kemiskinan secara
absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok
minimum. Kemiskinan struktural dan kultural merupakan kemiskinan yang
disebabkan kondisi struktur dan faktor-faktor adat budaya dari suatu daerah
tertentu yang membelenggu seseorang (Sudantoko, 2009:43-46).
Menurut Bank Dunia (World Bank, 2006), ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia :
Menurut Bank Dunia (World Bank, 2006), ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia :
1.
Banyak rumah tangga yang berada disekitar garis kemiskinan
nasional, yang setara dengan AS$1,55 per hari, sehingga banyak penduduk yang
meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan.
2.
Ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak
menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak
tergolong miskin dari segi pendapatan dapat dikategorikan sebagai miskin atas
dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator
pembangunan manusia.
3.
Mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia,
perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia.
Banyak penduduk Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Angka kemiskinan nasional menyembunyikan sejumlah besar penduduk yang hidup sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional. Hampir 42 persen dari seluruh rakyat Indonesia hidup di antara garis kemiskinan AS$1 dan AS$2 per hari, suatu aspek kemiskinan yang luar biasa dan menentukan di Indonesia.
Banyak penduduk Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Angka kemiskinan nasional menyembunyikan sejumlah besar penduduk yang hidup sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional. Hampir 42 persen dari seluruh rakyat Indonesia hidup di antara garis kemiskinan AS$1 dan AS$2 per hari, suatu aspek kemiskinan yang luar biasa dan menentukan di Indonesia.
Jumlah
penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan di Indonesia
pada bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta (14,15 persen). Dibandingkan dengan
penduduk miskin pada Bulan Maret 2008 yang berjumlah 34,96 juta (15,42 persen),
berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta. Selama periode Maret
2008-Maret 2009, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,57 juta,
sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta orang (BPS, 2009).
Hasil
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada bulan Maret
2009 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara
sebanyak 1.499.700 orang atau sebesar 11,51 persen terhadap jumlah penduduk
seluruhnya. Kondisi ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2008 yang
jumlah penduduk miskinnya sebanyak 1.613.800 orang. Dengan demikian, ada
penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 114.100 orang atau sebesar 1,04
persen. Penurunan jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengindikasikan
bahwa dampak dari program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh
Pemerintah cukup berperan dalam menurunkan penduduk miskin di daerah ini (BPS
Sumut, 2009).
Salah
satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yaitu kabupaten Asahan menurut data
demografis berdasarkan data statistik pada tahun 2008, jumlah penduduknya
688.529 jiwa, yang tersebar pada 25 Kecamatan dengan 177 desa dan 27 kelurahan
dengan luas wilayah daratan 3.817,5 Km2 , tingkat kepadatan penduduk Kabupaten
Asahan 185 jiwa per Km2. Sebagian besar penduduk bertempat tinggal di daerah
pedesaan yaitu sebesar 70,56 persen (setara dengan 485.826 jiwa) dan sisanya
29,44 persen (setara dengan 202.703 jiwa) tinggal di daerah perkotaan. Jumlah
rumah tangga sebanyak 162.093 rumah tangga dan setiap rumah tangga rata-rata
dihuni oleh sekitar 4,3 jiwa, sedangkan laju pertumbuhan penduduk dari tahun
2000-2008 sebesar 1,76 persen. Dilihat dari kelompok umur, persentase penduduk
usia 0-14 tahun sebesar 35,17 persen (setara dengan 242.156 jiwa), persentase
penduduk usia 15-64 tahun sebesar 60,74 persen (setara dengan 418.213 jiwa) dan
persentase penduduk usia 64 tahun ke atas sebesar 4,09 persen (setara dengan
28.161 jiwa) yang berarti jumlah penduduk usia produktif lebih besar
dibandingkan penduduk usia non produktif dengan rasio beban ketergantungan
sebesar 64,64 artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung
sekitar 65 orang penduduk usia non produktif (BPS Kab. Asahan, 2008).
Dari
perkiraan penduduk miskin di kabupaten Asahan sekitar 102.729 jiwa atau setara
dengan 14,92 persen dari total jumlah keseluruhan penduduk Kabupaten Asahan,
sebagian dari mereka berasal dari kelompok penghasilan rendah yang dalam
ekonomi diterminologikan sebagai orang-orang miskin
http://id.wikipedia.org/